Murka lah di suatu ketika

lonceng berdentang keras sekali
malam menghiasi rembulan
dalam selimut awan hitam
yang menghadang ribuan kunang-kunang yang terbang kesana kemari
membawa berita tentang perang yang di bunyikan dengan genderang berpalu
rentak dan hentakan raja berjalan gontai
permaisuri anggun membawa nampan berisi dongeng tak bertuan
pengawal berjalan tanpa arah
kosong membatu tak tahu berucap
astaga sontak gemerutuk mengigit lidah hingga berdarah
karena istana porak poranda dibawa musang tak berkaki
seribu alasan tanpa fakta
selusin cawan tanpa hidangan
harapan hanya nafsu belaka
kosong dalam keangkuhan bergelung hina
permasuri berbaju rombeng itu datang
laksana pipit bermain orang orangan sawah
tanpa kepala...
tanpa angin untuk di hirup
hanya tonggak ego yang berdiri dimakan usia
rayap dan belatung berpesta pora dalam pesta dimalam itu
menawari manisnya anggur
indah gemulai penari laknat
hingga masuk dalam lingkaran setan yang tak berujung dan bertepi
dalam kalut dan murka
hingga tak termaafkan
sampai suatu ketika