si bunga Tanjung
hari ini ku tuai putik si bunga tanjung di seberang rumah ku
menyepi tersisih rapi di tepi jalan yang panas dan angkuh
mengangguk berayun menatap hari
terpanggang di panas mentari
tak berteduh sekalipun
diam dan kaku
aku malu...
hari ini kutuai putik sibunga tanjung
wangi aroma menyebar di sudut jiwa ini
menari suka cita
dalam dendang asmara
pada MU yang selalu membuat ku terpana
menyepi tersisih rapi di tepi jalan yang panas dan angkuh
mengangguk berayun menatap hari
terpanggang di panas mentari
tak berteduh sekalipun
diam dan kaku
aku malu...
hari ini kutuai putik sibunga tanjung
wangi aroma menyebar di sudut jiwa ini
menari suka cita
dalam dendang asmara
pada MU yang selalu membuat ku terpana
kutitip syair bijak pada dewi malam dalam heningnya rembulan
aku merayu padu menyusuri langkah di atas rumput nan lembut
melantunkan tembang lama yang terlupakan
menghias diri dengan senyum di cermin tua
pada kekasih ku
ladang ku yang terbengkalai
setia menanti dan selalu setia
karena cuma itu yang bisa
rintik rintik hujan adalah penghibur diri di kala panas menyiksa
aku terlelap senyap sampai tembang mu selesai kau nyanyikan
oleh sebuah lagu rindu yang ku impikan
tak kala melodi membuai diri
aku terus menari
terus menari
hingga hanyut menjunjung nurani
letih dan perih tak hirau diri
lekang dimakan waktu yang tak pernah berdiri
tinggal cerita kasih yang ditinggal mati
terpasung oleh selembar bendera putih
setengah tiang ia berdiri
dibawa hormat sambil berlari
bagai membawa petuah negeri
sampai aku malu hati
terkabar di ombak musi
aku merayu padu menyusuri langkah di atas rumput nan lembut
melantunkan tembang lama yang terlupakan
menghias diri dengan senyum di cermin tua
pada kekasih ku
ladang ku yang terbengkalai
setia menanti dan selalu setia
karena cuma itu yang bisa
rintik rintik hujan adalah penghibur diri di kala panas menyiksa
aku terlelap senyap sampai tembang mu selesai kau nyanyikan
oleh sebuah lagu rindu yang ku impikan
tak kala melodi membuai diri
aku terus menari
terus menari
hingga hanyut menjunjung nurani
letih dan perih tak hirau diri
lekang dimakan waktu yang tak pernah berdiri
tinggal cerita kasih yang ditinggal mati
terpasung oleh selembar bendera putih
setengah tiang ia berdiri
dibawa hormat sambil berlari
bagai membawa petuah negeri
sampai aku malu hati
terkabar di ombak musi
KERANDA PUTIH
MEMANDANG LEPAS DALAM LAUTAN PUTIH
SEJUMPUT MELATI KU KIRIM DOA PADA HYANG AGUNG
GELOMBANG ZIKIR DALAM LAFAZ LISAN MENGIRINGI KERANDA BISU
BERAYUN GEMBIRA MENUJU ISTANA TERAKHIR YANG KAU NANTI
BERI JALAN..
BERI JALAN UNTUK NYA...
USAHLAH BERKATA KECUALI DOA
LANTUNKAN TEMBANG INDAH UNTUKNYA
TERMAT INDAH UNTUK DI KENANG
PERJUANGAN DAN KASIH
ADALAH DAHAGA DI TENGAH KEGELISAHAN
MEMBERI SETITIK EMBUN DI PADANG TANDUS BAGI PENGIKUT MU
FATWA MU ADALAH PENYEJUK JIWA
HINGGA HATI DAN RUH INI TERSADAR
TERHENYAK SEKETIKA
KETIKA...............
TANGIS KAMI TAK LAGI MERATAP
TAWA KAMI TAK LAGI TERBAHAK
DERAI DAN KEPALSUAN HANYALAH UMBARAN SEMENTARA
DALAM TIPU DAYA ANTARA HITAM DAN PUTIH DUNIA
KAULAH SANG PENCERAH
YANG MEMBERI ARAH KEPASTIAN
TAK BISA DI TAWAR SENJA
HINGGA USIA MENUTUP MATA
HANYA MENGAGUNGKAN KE ESA AN ILLAHI
CUKUP ITU SAJA
UNTUK MU ABAH....
HORMAT KU DALAM DOA
Selasar Cinta
terlelap sejenak di buai alunan suara
mendayu dayu dipangku senja
jauh tak sampai ku rengkuh
namun raga ingin segenap memeluk hamba
tak terkira jauh dalam setiap nestapa
remuk dan resah ketika datang bersua
tak kuasa aku menahan segala suka
agar selasar berpijak kokoh lah sudah
karena ada cinta ku
padanya
Hai kekasih
saat bersua nanti adalah kunanti
mengenang suka tak terperi
kata bijak adalah penenang diri
tanpa ada keraguan di balik hati
untuk mencapai esok saat jalan dititi
kau adalah permaisuri
yang kucari setiap hari
dalam dalam suka hati ini
dalam duka hati ini
kau adalah kekasih
yang selalu membelai diri
dengan senang hati
kusambut dikau segenap diri
hai kekasih.
Pupus dalam Cita
berserak
terurai
hapus luluh
kata demi kata
sekeras angin menepis maksiat raga
lupakan nafsu yang kosong
berlari sejengkal dan sehasta
dari tubuh yang rapuh
berlomba berburu waktu
dalam kegelisahan dan cacian
kibarkan bendera perang
satu persatu terjatuh dan luruh
oleh semangat penuh nafsu
hangat dan bau
menebar sejuta cahaya
yang tembus tipis dalam jantung hati
berdenyut dalam aliran sungai darah
semburat bermakna tak bertahta
dalam tanda cinta
terikat pada puncak angkuhnya menara nista
manusia-manusia penghamba dusta
tertelan oleh sangkala
tak tau dimana rimbanya
aku terpana
pupus
dalam cita.
Langganan:
Postingan (Atom)