Persimpangan Jalan

kubaca tiap hurup di tepi jalan/ berisi berita memanggil kawan/ tidak ku lihat seorang pun jua/karena satu kata tertinggal makna/ tiap kelokan satu liku kehidupan/kekanan atau kekiri beda haluan/hingga menanti di persimpangan/bakal berjumpa menara kehancuran/ sampai tegar di terpa hujan/sampai lelah diterpa badai/goyah pun ditimpa bencana/ sampai tak sanggup berucap selamat sejahtera.../untuk memilih diarah mana jalan untuk tiap saudara/berharap iba tak lagi laku/raja telah turun tahta/tiap berdoa

Terlahirlah Sudah

terlahir kemarin atau lusa sama saja
waktu yang mencatat tangisan seorang bayi
yang disambut ribuan mata haru biru
kegembiraaan seorang ayah yang menjadi Bapak
dan peluh keringat dan debar ibunda yang lelah berjuang
bersama tenangnya perawat menuntun satu persatu nafas jiwa
agar sang ibunda bertenaga
dan semangat
menjadi wanita terhormat
wanita yang gagah
wanita yang telah menjalankan kodrat sesuai fitrahnya
yang terbasuh dengan suara kecil owek owek owek...
meluruhkan segala cemas yang ada
hingga akhir zaman

Cerita bisu

angin berhembus pelan
menyusuri butiran pasir lembut yang jatuh perlahan
menutupi jejak kaki yang membekas jelas
seakan garis perjalanan yang selalu menyapa
untuk mengingat kembali
kenangan yang tertutup di buku harian lusuh dalam lemari kayu disudut rumah tua
selembar demi selembar ku baca
peristiwa demi peristiwa bak air mengalir dalam folder otakku
aku tersenyum
aku tertawa
aku tersungging
aku menitikkan air mata
aku aku berteriak
aku berjalan lambat
aku berlari kencang
aku tertipu
aku sang pemenang
aku aku aku...dalam catatan itu
nostalgia yang menempa diri dalam peranan
sebagai makhluknya
tak lebih tak kurang
yang selalu mencari untuk menuju di satu titik
titik kebahagiaan.

hingga lembar terakhir yang kosong
ternyata siap untuk bercerita
tentang aku.

Mengenang di Usia Senja

aku tua renta
kering keriput tak berdaya
berjalan gontai hilang lah daya
menghitung hari tinggallah sisa

rambut ku telah berganti warna
menjadi saksi perjalanan panjang
mengharap dan berdoa
bukan belas kasih atau hina dina
karena aku merasa masih gagah
semangat dan tenaga semasa zaman penjajah
menghalau musuh dan serdadu
yang lari tunggang langgang
karena diserang amarah dan garangnya
di sela itu aku tertawa
ha ha ha ha ha

mengenang setengah abad usia senja
yang tak terulang di suatu masa
bukan sebuah reinkarnasi yang banyak di percaya
cukup lah aku menerima
sebatang rokok linting yang setia
segelas air putih yang membersihkan dada
setiap pagi dan dimalam buta
untuk siap-siap menyapa
sang pencipta tempat ku pasrah

Lorong Lorong Sepi

batu hancur karena kerasnya
pohon tumbang karena tingginya
tanah lembut memberi ruang
air meresap kedalam pori-pori kehidupan
memberikan kesempatan rumput liar untuk bersemayam
hijau dan kuncup menyambut cahaya matahari
sampai senja penghabisan
berlomba mencapai awan putih
yang selalu berarak beriring tanpa kabar
sendiri-sendiri........
terperangkap di lorong yang sepi dan bau
bagai parfume alami yang menebar sesak di tubuhku...

air keruh karena lumpurnya
lumpur berlalu karena arusnya air yang selalu setia ke muara
memberi banyak makanan bagi ikan-ikan kelaparan
yang mudik seharian tak tahu kabarnya
sampai subuh melukiskan titik air hujan lewat malamnya
tanpa suara, hening dan bisu
agar dapat khusyu menikmatinya....